Adalah keluarga yang sangat sederhana itulah saya di lahirkan dari pasangan suami istri yang bernama Teungku Abdul Rafar Bin Muhammad Amin dan Siti Rohani binti Muhammad Samad,keduanya telah almarhum.pada tanggal 15 April 1967,di sebuah desa pesisir,yakni desa pasir,lebih populer desa ini akrab dalam sebutan Pantai Lhok Aroun.saya Memiliki 4 saudara,tiga laki satu perempuan.seiring waktu saya dalam asuhan kecintaan keluarga yang taat beragama.dari pada itu juga ibu adalah seorang penari tari ratoh.namun bapak tak memberi ijin ibu terlibat lebih jauh lagi,berkutat di dunia seni • • •
Oh ya,saat saya di lahirkan dalam kondisi cacat,kalau sekarang di katakan disabilitas.kaki sebelah kanan agak melemah.masa kecil saya selalu dalam gendongan,karena bila saya berjalan kerap jatuh sendiri.dan usia 6 tahun.menurut ceritanya Ibu, saya sudah beberapa kali berganti nama.Oneh,Harry Murti.namun yang melekat hanya nama Oneh.saya hobby bicara seperti berpidato dengan berdiri pada tempat yang tinggi. tanpa ada yang menyuruh,dan di depan rumah ada bivak tentara dimana mereka ini amat menyayangi saya,dan mereka bila malam tiba,terlebih cuaca pun cerah bulan purnama muncul,para bapak-bapak tentara ini kerap kali membakar ikan di halaman bivaknya jarak antara rumah’ dan bivak tentara ini hanya beberapa langkah saja,terus mereka meminta saya untuk bernyanyi atau apalah itu.hitung hitung buat hiburan bagi mereka, sebagai obat pelipur rasa lelah,karena pada masa itu tak ada yang namanya band atau karaoke. • • •
Waktu pun berlaku,dalam usia 9 tahun _ saya di masukkan ke madrasah ibtidaiyah negeri kampung belakang di mana jarak sekolah dan rumah’ tidak begitu jauh.hari hari pun berjalan seperti biasa.genap usia untuk menuju jenjang pendidikan ke tingkat pertama.dalam masa di pendidikan itu,saya mengenal dunia tulisan,di awali dengan mencoret buku pelajaran_keadaan yang serba kekurangan itu saya terus saja merangkai kata-kata walau cercaan kerap saya terima dengan berbagai julukan,hingga pada suatu hari masih jam istirahat,saya tidak mempergunakan masa jam istirahat saya.saya mengambil buku dan menulis dengan kata kata mutiara,”lagi ngapain Mus” suara itu itu mengejutkan saya.saat saya menoleh ternyata Pak Ismail Masdar,guru sejarah di MTSN 1 Meulaboh.beliau ini juga seorang kuli tinta terbitan Sumatera. ” Ng ga Pak,coret coret saja” jawabku sekenanya.” Coba,sini Pak lihat.Bagus ni,sama Bapak ya”. saya mengangguk.”iya Pak”
Dua Minggu kemudian saya di panggil ke ruangan guru.dan bapak Ismail Masdar menyodorkan sebuah koran SKM Taruna Baru ” Coba buka halaman dua,”.tanpa menunggu lama,saya menyibak koran itu.ada nama saya tertera di kolom hiburan Mustiar Ar,dengan judul puisi saya waktu itu ‘kutambat kapal di dermagamu, tahun 1987.kaget,haru larut bercamput dan tak terasa air bening menitik di pipi.”Makasih pak..!?” saya pun pamit. ” Mus honormu besok ya,bapak kasih?” ujar pak Ismail Masdar datar.dari itulah saya terpicu untuk terus menulis sampai sekarang. Bertemu Isnu kembara Di jalan Diponegoro,saya ingin memangkas rambut.di sebelah kedai usaha kelontong saya ada tempat pangkas rambut.Bang Isnu,namanya.Beliau orangnya amat familiar,saat Bang Isnu kembara memangkas rambut saya Beliau bercerita banyak tentang kebudayaan dan sejarah Aceh.sambil memangkas bang isnu terus bercerita apa lagi di tempat pangkalnya ada kawan-kawan seangkatan,di Kuta raja,seperti Hasyim Ks,Maskirbi dan Hasbi Burman yang seprofesi katanya.
Hingga suatu pagi,saat kedai lagi sepi dari pembeli,saya merajut kata di helai sobekan kertas rokok.di antara sela toples rupanya bang isnu mengintip,kerja saya di sepi begini.” Lagi ngapain Mus,nulis apa” tanya isnu menelisik.”ni coret saja”. kami’ pun akrab.dari pertemuan itu saya mengetahui bahwa Isnu kembara adalah seorang budayawan mumpuni di kota Meulaboh.”Neh,puisi ini besok pagi kamu kirim ya ke koran yang ada di Kutaraja sana” saya bingung,maksudnya??. ujar saya membatin hati.” Iyo bang” Dan puisi pertama saya pun termuat di harian serambi Indonesia,yang berjudul Isyarat Laut’ itu terjadi tahun 1991 yang redaktur budayanya Hasyim Ks.dan puisi Isyarat Laut’ itulah saya menjadi kenal dengan sang paus Sastra Aceh itu,Hasyim Ks dan Beliau mengultimatum saya,”teruslah menulis dan kamu jadikan kota Meulaboh sebagai kota puisi” iya bang saya mengangguk.
Sebelum ada media harian serambi Indonesia karya puisi saya terbit di SKM Atjeh Post,majalah santunan,kakanwil kadenpag Aceh,majalah kiprah, majalah dharma wanita terbitan Medan dan majalah Nova lain sebagainya.selain itu karya puisi saya ada di berbagai antologi puisi bersama sastrawan baik itu di Aceh mau pun yang di tingkat nasional _ internasional.seperti pada kumpulan puisi bebas melata edisi Singapura 2018 dan ada juga di antologi puisi Seulawah,sekilas pintas,Nuansa dari pantai barat,putro Phang ,ziarah ombak,Eklopedi Aceh Adat Hikayat dan Sastra 2008.Antologi sastra Bulir Mutiara Pantai Barat,edisi DKAB Juni 2014,Antologi Sastra Deru Pesisir Pantai Barat,edisi disparbuparpora Aceh Barat 2015,Eklopedi Penulis FAM’ Indonesia April 2015 Jawa Timur,Eklopedgila koruptor,puisi menolak korupsi,edisi forum Sastra Surakarta Mei 2015,Memo untuk wakil rakyat edisi forum Sastra Surakarta,November 2015,Memo Anti Teroris edisi forum Sastra Surakarta 2016,Antologi puisi Ibu dalam balutan rindu edisi FAM’ Puslishing Maret 2016,11 tahun rehab dan rekon ( 2004_2015) Gempa & Ie Beuna Aceh Barat,Antologi Jejak Jati Diri dan 2016 Antologi puisi Pasie karam,Temu Penyair Nusantara 1 pada pekan kebudayaan Aceh Barat 2016.waktu Gempa tsunami 26 Desember 2004 yang mencabik-cabik dataran Aceh Nias dan sekitarnya saya sempat di anggap hilang di dalam tragedi kemanusiaan itu Selain menulis saya juga berkutat di dunia teater sekitar tahun 1993 ikut serta di eventnya budaya’ Aceh yang bertajuk ‘ Semalam di Bumi TEUKU UMAR,yakni : Adat Perkawinan Aceh Barat dan drama dua babak Tewasnya TEUKU UMAR dan perjuangan Tjut nyak Dhien’ di gedung graha bakti Yudha Kejagung Jakarta.
Puisi adalah darah yang mengalir dalam jiwaku,hidupku puisi
Meulaboh,21 Oktober 2020
Salam Mustiar Ar